Saran untuk dibaca: "
Biodata Lengkap 10 Pahlawan Revolusi Indonesia"
Letnan Jenderal TNI Anumerta R. Suprapto merupakan salah satu
korban dalam G30SPKI, beliau meninggal di Lubangbuaya, Jakarta, 1
Oktober 1965 pada umur 45 tahun, dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
Kalibata, Jakarta. R. Suprapto dijadikan Pahlawan Revolusi oleh Soekarno berdasarkan Kepres no. 111/KOTI/1965 .
Suprapto yang lahir di Purwokerto, 2 Juni 1920, ini boleh dibilang hampir seusia dengan Panglima Besar Sudirman.
Usianya hanya terpaut empat tahun lebih muda dari sang Panglima Besar.
Pendidikan formalnya setelah tamat MULO (setingkat SLTP) adalah AMS
(setingkat SMU) Bagian B di Yogyakarta yang diselesaikannya pada tahun
1941.
Sekitar tahun itu pemerintah Hindia Belanda mengumumkan milisi
sehubungan dengan pecahnya Perang Dunia Kedua. Ketika itulah ia memasuki
pendidikan militer pada Koninklijke Militaire Akademie di Bandung.
Pendidikan ini tidak bisa diselesaikannya sampai tamat karena pasukan
Jepang sudah keburu mendarat di Indonesia. Oleh Jepang, ia ditawan dan
dipenjarakan, tapi kemudian ia berhasil melarikan diri.
Selepas pelariannya dari penjara, ia mengisi waktunya dengan mengikuti
kursus Pusat Latihan Pemuda, latihan keibodan, seinendan, dan
syuisyintai. Dan setelah itu, ia bekerja di Kantor Pendidikan
Masyarakat.
Di awal kemerdekaan, ia merupakan salah seorang yang turut serta
berjuang dan berhasil merebut senjata pasukan Jepang di Cilacap. Selepas
itu, ia kemudian masuk menjadi anggota Tentara Keamanan Rakyat di
Purwokerto. Itulah awal dirinya secara resmi masuk sebagai tentara,
sebab sebelumnya walaupun ia ikut dalam perjuangan melawan tentara
Jepang seperti di Cilacap, namun perjuangan itu hanyalah sebagai
perjuangan rakyat yang dilakukan oleh rakyat Indonesia pada umumnya.
Selama di Tentara Keamanan Rakyat (TKR), ia mencatatkan sejarah dengan
ikut menjadi salah satu yang turut dalam pertempuran di Ambarawa melawan
tentara Inggris. Ketika itu, pasukannya dipimpin langsung oleh Panglima
Besar Sudirman. Ia juga salah satu yang pernah menjadi ajudan dari Panglima Besar tersebut.
Setelah Indonesia mendapat pengakuan kedaulatan, ia sering berpindah
tugas. Pertama-tama ia ditugaskan sebagai Kepala Staf Tentara dan
Teritorial (T&T) IV/ Diponegoro di Semarang. Dari Semarang ia
kemudian ditarik ke Jakarta menjadi Staf Angkatan Darat, kemudian ke
Kementerian Pertahanan. Dan setelah pemberontakan PRRI/Permesta padam,
ia diangkat menjadi Deputy Kepala Staf Angkatan Darat untuk wilayah
Sumatera yang bermarkas di Medan. Selama di Medan tugasnya sangat berat
sebab harus menjaga agar pemberontakan seperti sebelumnya tidak terulang
lagi.
Pada tanggal 01 Oktober dini hari, Suprapto, yang saat itu tidak bisa
tidur karena sakit gigi yang dideritanya, didatangi oleh sekawanan
orang, yang mengaku sebagai pengawal kepresidenan (Cakrabirawa), yang
mengatakan bahwa ia dipanggil oleh presiden Sukarno untuk menghadap.
Suprapto kemudian dimasukkan ke dalam truk dan dibawa ke Lubang Buaya,
daerah pinggiran kota Jakarta, bersama dengan 6 orang lainnya.
Malam harinya, Jendral Suprapto dan keenam orang lainnya ditembak mati
dan dilemparkan ke dalam sebuah sumur tua. Baru pada tanggal 5 Oktober,
jenazah para korban pembunuhan tersebut bisa dikeluarkan dan dimakamkan
di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Di hari itu juga, Presiden Sukarno
mengeluarkan Kepres no. 111/KOTI/1965, yang meresmikan Suprapto bersama
korban Lubang Buaya yang lain sebagai Pahlawan Revolusi.
Pendidikan:
MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) yang setara SLTP di Yogyakarta
AMS (Algemeene Middlebare School) yang setara SLTA di Yogykarta
Koninklijke Militaire Akademie di Bandung
Penghargaan:
Gelar Pahlawan Revolusi